Bidah yang Mencengangkan dari Buku Benediktus XVI Light of the World [Cahaya Dunia] tahun 2010

Kembali ke daftar bidah Benediktus XVI menurut buku-bukunya

Light of the World [Cahaya Dunia] oleh Benediktus XVI (Ignatius Press, 2010)

Karena bidah Benediktus XVI begitu banyak, saya hanya mengikutsertakan bidah-bidah yang paling penting.

BENEDIKTUS XVI MENGULANGI KEPERCAYAANNYA BAHWA PARA “ORTODOKS” ADALAH BAGIAN DARI GEREJA

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 89: “… hal yang saya bela adalah warisan dari Konsili Vatikan II dan seluruh sejarah Gereja. Teks [dari Dominus Iesus] berarti bahwa Gereja-gereja Timur [yakni, “Ortodoks”] adalah gereja-gereja khusus sejati, walaupun mereka tidak bersekutu dengan Sri Paus. Dalam makna ini, kesatuan dengan Sri Paus bukanlah hal yang pokok untuk gereja khusus tersebut.

Ini adalah suatu bidah yang amat signifikan. Benediktus XVI dengan lancang mengatakan apa yang ia dan sekte Vatikan II telah ajarkan begitu banyak kali di dalam berbagai cara: bahwa para Skismatis Timur adalah bagian dari Gereja, walaupun mereka menolak jabatan Kepausan. Ia berkata bahwa gereja-gereja “Ortodoks” Timur adalah gereja-gereja khusus sejati, yakni, gereja-gereja setempat yang sejati di dalam Gereja yang satu dan sejati, walaupun mereka menolak Keutamaan Paus. Ajaran bidah ini menyangkal lusinan pernyataan Magisterium, ajaran dogmatis Gereja, pengertian tentang Kepausan sejak awalnya, pengertian akan kesatuan Gereja sejak awalnya, dan definisi-definisi spesifik dari Vatikan I. Hal ini sangat penting karena hal tersebut memperlemah dan menghancurkan semua kemampuan para pembela Benediktus XVI untuk mengandalkan Vatikan I maupun Kepausan. Benediktus XVI menyangkal seluruh ajaran Katolik tentang Kepausan dengan bidah ini, suatu bidah yang telah diajarkannya banyak kali.

Paus Leo XIII, Satis Cognitum (#15), 29 Juni 1896: “Itulah mengapa kita melihat dengan jelas bahwa para uskup kehilangan hak dan kuasa untuk memerintah, seandainya mereka secara sengaja memisahkan diri dari Petrus atau dari para penerusnya. Sebab, oleh karena perpecahan ini, mereka sendiri tercabut dari fondasi yang di atasnya seluruh bangunan itu harus bertumpu, dan mereka juga berada di luar bangunan itu sendiri ....”[1]

Paus Pius IX, Amantissimus (#3), 8 April 1862: “Terdapat bukti-bukti lain yang hampir tidak terhitung jumlahnya yang diperoleh dari para saksi yang paling terpercaya yang secara jelas dan terbuka memberi kesaksian dengan iman, keakuratan, rasa hormat, dan ketaatan yang besar, bahwa semua orang yang ingin menjadi bagian dari Gereja Kristus yang satu dan sejati harus menghormati dan menaati Takhta Apostolik ini dan Sri Paus Roma.”

Paus Pius IX, Konsili Vatikan I, 1870, Sesi 4, Bab 3, ex cathedra:
“ ... semua umat beriman Kristus diwajibkan untuk percaya bahwa Takhta Kudus apostolik dan Sri Paus Roma memiliki Keutamaan atas seluruh alam semesta, bahwa Sri Paus Roma yang sama adalah penerus Petrus yang terberkati, Pangeran para Rasul dan vikaris Kristus yang sejati, kepala segenap Gereja ... Maka, Kami mengajarkan dan Kami mendeklarasikan bahwa atas dasar suatu pengaturan ilahi, Gereja Roma memiliki keunggulan dalam kuasa pemerintahan atas semua Gereja yang lain ... Demikianlah ajaran dari kebenaran Katolik, yang darinya, tidak seorang pun dapat menyimpang tanpa kehilangan iman dan keselamatan.”[2]

Paus Pelagius II, surat (2) Dilectionis vesrae, 585 : “Apakah ia yang tidak berpegangan kepada kesatuan Gereja ini percaya bahwa ia memiliki iman? Apakah seseorang yang meninggalkan dan melawan Takhta Petrus, yang di atasnya Gereja didirikan, percaya bahwa dirinya sendiri berada di dalam Gereja?”

Paus Pius VI, Charitas (#32), 13 April 1791: “Pada akhirnya, dalam satu kata, tetaplah berada di dekat Kami. Sebab tidak seorang pun dapat berada di dalam Gereja Kristus tanpa berada di dalam kesatuan dengan kepalanya yang kelihatan dan yang didirikan di atas Takhta Petrus”.

Paus Leo XIII, Satis Cognitum (#13), 29 Juni 1986: “Maka, jika seseorang itdak ingin menjadi, atau disebut, seorang bidah, hendaknya ia tidak berupaya untuk menyenangkan orang ini atau itu… tetapi hendaknya ia segera, sebelum segala hal, berada di dalam persekutuan dengan Takhta Roma”.

Paus Pius XI, Mortalium Animos (#11), 6 Januari 1928: “Seseorang tidak berada di dalam Gereja Kristus yang satu ini, dan seseorang tidak bertekun di dalamnya jikalau ia tidak mengakui dan menerima, dengan penuh ketaatan, otoritas dan kuasa dari Petrus dan para penerusnya yang legitim.”

Paus Pius XII, Mystici Corporis Christi (#22), 29 Juni 1943: “Maka, karena di dalam komunitas Kristiani yang sejati hanya terdapat satu Tubuh, satu Roh, satu Tuhan dan satu Pembaptisan, itulah sebabnya hanya mungkin terdapat satu iman. Dan oleh karena itu, jika seseorang menolak untuk mendengar Gereja, hendaknya ia dianggap – sebagaimana yang diperintahkan oleh Tuhan – sebagai seorang pagan dan seorang pemungut cukai. Itulah sebabnya, mereka yang terbagi-bagi di dalam iman atau pemerintahan tidak dapat hidup baik di dalam kesatuan dari Tubuh yang semacam ini, maupun di dalam Roh Ilahi yang esa dari Tubuh tersebut.”

Paus Pius VII, Diu Satis (#15), 15 Mei 1800: “Maka, domba-domba Kristus harus menganggap aman dan memakan dengan gembira makanan yang diperintahkan kepada mereka oleh suara dan otoritas Petrus; tetapi tidak peduli kecantikan atau pesona apa pun, mereka harus menghindari sebagai hal yang berbahaya dan berpenyakit, apa yang dilarang bagi mereka oleh suaranya. Mereka yang tidak patuh tentunya tidak boleh dianggap sebagai bagian dari domba-domba Kristus”.

Paus St. Leo Agung: “Gereja di seluruh dunia harus bersatu dan taat kepada pusat dari persekutuan gerejawi, agar siapa pun yang berani berpisah dari kesatuan Petrus dapat mengerti bahwa ia tidak lagi berbagi di dalam misteri ilahi”.

Paus Gregorius XVI, Commissum divinitus (#11), 17 Mei 1835: “Layaknya seseorang yang tidak bergabung bersama Kristus, begitu pula ia yang tidak bergabung dengan vikaris Kristus di bumi, jelas tercerai-berai. Bagaimanakah seseorang yang menghancurkan otoritas suci dari Vikaris Kristus dan yang melanggar hak-haknya dapat bergabung bersamanya?”

 BENEDIKTUS XVI MENGHORMATI AGAMA SATANIK ISLAM

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 98: “Pada saat kunjungan saya ke Turki, saya dapat menunjukkan bahwa saya menghormati Islam, bahwa saya mengakui bahwa Islam adalah suatu kenyataan agamawi yang agung yang dengannya kita harus berdialog”.

Ini adalah kemurtadan.

Paus Eugenius IV, Konsili Basel, 1434:
“…terdapat harapan bahwa banyak dari pengikut sekte Mahomet yang keji akan berkonversi kepada iman Katolik.”[3]

Paus Kalikstus III, 1455:
“Saya bersumpah untuk…meninggikan Iman sejati, dan untuk menumpas sekte iblis dari Mahomet [Islam] yang terkutuk dan tidak beriman di Timur.”[4]

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA PARA IMAM YANG TINGGAL BERSAMA WANITA BOLEH MENIKAH

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 39: “Sewaktu seorang imam tinggal bersama seorang wanita, ia harus mempertimbangkan bilamana mereka dapat membangun suatu pernikahan yang baik. Jika ya, mereka harus mengikuti jalan tersebut”.

Dalam kata lain, kaul sang imam dapat dihapuskan jika ia memutuskan untuk tetap tinggal bersama sang wanita.

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA IA TIDAK AKAN MENERIMA SESEORANG YANG MENYANGKAL “HOLOCAUST” KE DALAM GEREJA

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 121: “Pertanyaan: Apakah anda akan menandatangani dekret penghapusan ekskomunikasi [dari para uskup SSPX] jika anda telah mengetahui bahwa dari antara keempat uskup, terdapat seorang uskup yang menyangkal adanya kamar gas? Jawaban: Tidak.Jika saya telah mengetahuinya, langkah pertama adalah untuk memisahkan kasus Williamson dari yang lain. Sayangnya, walau bagaimanapun, tidak satu pun dari kami pergi ke Internet untuk memeriksa orang macam apa yang kami hadapi.

Menurut Benediktus XVI, kepercayaan Yahudi tentang keberadaan kamar gas pada Perang Dunia II adalah ajaran resmi dari Gereja Katolik yang mengikat di bawah ancaman pengeluaran dari Tubuh Gereja. Ini adalah skisma dan bidah yang memalukan.

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA IA TIDAK AKAN PERNAH MENERIMA SESEORANG YANG MENYANGKAL “HOLOCAUST” KE DALAM MASYARAKAT KELAS ATAS

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 124: “Pertanyaan: Bagaimanapun, Sekretaris Jenderal dari Dewan Yahudi Pusat di Jerman sampai mengklaim bahwa Sri Paus ingin mengikutsertakan seseorang yang menyangkal Holocaust ke dalam masyarakat kelas aas… Tidakkah semua hal ini menyiratkan bahwa, sehubungan dengan masalah Williamson, hubungan dengan para Yahudi masih bergelombang? Jawaban: Satu hal yang jelas, walau bagaimanapun, adalah bahwa masih terdapat ketakutan dan ketegangan dan bahwa dialog dapat dengan mudah terusakkan dan mudah retak. Di dalam komunitas Yahudi sedunia secara keseluruhan, bagaimanapun, terdapat banyak orang yang langsung mendukung saya dan berkata bahwa saya tidak akan pernah mengikutsertakan seseorang yang menyangkal Holocaust ke dalam masyarakat kelas atas. Orang-orang ini mengenal saya. Dalam pengertian itu, suatu kerusakan dalam hal dialog tidak mungkin terjadi”.

Karena Gereja adalah masyarakat yang paling pengasih dan yang paling tinggi derajatnya, hal ini kembali berarti bahwa ia tidak akan mengikutsertakan seseorang yang menyangkal “Holocaust” ke dalam Gereja. Baginya, penerimaan terhadap versi Yahudi tentang sejarah mengenai “Holocaust” dan kamar gas adalah suatu dogma. Ini adalah tindakan yang skismatis dan memalukan, tetapi sangat membuka pikiran. Hal ini menunjukkan bahwa Anti-Paus Benediktus XVI hanyalah suatu alat satanik dari kekuatan non-Katolik dan Antikristus. Pertimbangkan pula bahwa sewaktu ia menyatakan bahwa ia tidak akan pernah menerima seseorang yang menyangkal “Holocaust” ke dalam masyarakat kelas atas, ia akan dan menerima orang-orang yang menyangkal Kristus ke dalam masyarakat kelas atas (yakni, teman-teman Yahudinya dan para pemimpin Yahudi). Ia, oleh karena itu, telah mengutamakan cerita Yahudi tentang Perang Dunia II di atas kehidupan, kematian, dan Kebangkitan Yesus Kristus. Ini sederhananya adalah suatu fakta.

BENEDIKTUS XVI TELAH MENERIMA “KOMUNI” DALAM TANGAN

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 81: “Walaupun saya tidak menentang, secara prinsip, komuni di dalam tangan, saya telah membagikan dan menerima Komuni dengan cara ini”.

Beberapa orang konservatif palsu di dalam sekte Vatikan II percaya bahwa Benediktus XVI menentang “Komuni” di dalam tangan.Seperti biasa, mereka salah. Benediktus XVI bukan hanya menerimanya, ia telah memberikan dan menerimanya dalam tangan.

“TINDAKAN KEPAUSAN” PERTAMA BENEDIKTUS XVI ADALAH MENYURATI KOMUNITAS YAHUDI DI ROMA, IA BERKATA BAHWA PARA YAHUDI MEMILIKI SUATU “MISI”

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 81: “Pertanyaan: Tindakan resmi anda yang paling pertama sebagai Penerus Petrus adalah menyurati komunitas Yahudi di Roma. Apakah tindakan simbolis ini dimaksudkan untuk menunjukkan suatu dorongan yang mendasar kepada Kepausan [anda]? Jawaban: Tentunya. Saya harus berkata bahwa sejak pertama kali saya mulai belajar teologi, kesatuan intrinsik dari Perjanjian Lama dan Baru, dari kedua bagian dari Kitab Suci, entah bagaimana langsung jelas bagi saya.. Lalu sebagai orang-orang Jerman, kami tentunya terguncang oleh apa yang terjadi pada Reich Ketiga, yang memberikan kami suatu alasan khusus untuk memandang dengan kerendahan hati dan rasa malu, dan dengan cinta kasih, kepada Bangsa Israel. Seperti yang baru saja saya katakan, pada waktu saya belajar teologi, hal-hal ini sudah menjadi jelas dan mulai membentuk pola pikir saya sebagai seorang teolog. Untuk lalasan ini, jelas bagi saya – di sini pula, dalam keberlangsungan yang penuh dengan Paus Yohanes Paulus II – bahwa hubungan yang baru, penuh kasih, dan simpatetik antara Israel dan Gereja, di mana masing-masing saling menghormati keberadaan dan misi yang berbeda satu sama lain, memiliki peran yang penting di dalam proklamasi saya tentang iman Kristiani”.

Benediktus XVI menegaskan simbolisme dan arti dari keputusannya untuk melakukan tindakan resmi pertamanya, yakni menyurati orang-orang Yahudi. Ia menjelaskan bahwa hubungan baru dengan para Yahudi ini melibatkan rasa hormat untuk “misi” mereka yang berbeda. Jika ia menganggap mereka memiliki suatu “misi” yang valid, maka ia menganggap bahwa agama Yahudi setelah Kristus dan tanpa Kristus adalah agama yang valid. Ini adalah kemurtadan. Ia menghormati dan membenarkan penyangkalan terhadap Yesus Kristus dan praktik Hukum Lama, yang menjadi mati secara spiritual setelah dipermaklumkannya Injil.

Paus Eugenius IV, Konsili Florence, 1441, ex cathedra:
"Gereja Roma yang Kudus dengan teguh percaya, mengakui, dan mengajarkan bahwa dalam hal yang menyangkut hukum Perjanjian Lama, hukum Musa, yang terbagi menjadi perayaan-perayaan, ritus-ritus kudus, kurban, dan sakramen… setelah kedatangan Tuhan kita, berakhir, dan sakramen-sakramen Perjanjian Baru bermula…Semua orang, oleh karena itu, yang setelah waktu itu [pemakluman Injil] menaati sunat dan Sabat dan kewajiban-kewajiban lain hukum tersebut, Gereja Roma yang kudus menyatakan sebagai terasing dari iman Kristiani dan tidak sedikit pun pantas untuk mengambil bagian di dalam keselamatan kekal.”[5]

Paus Benediktus XIV, Ex Quo Primum (#61), 1 Maret 1756:
“Pertimbangan pertama adalah bahwa perayaan-perayaan Hukum Musa telah dihapuskan oleh kedatangan Kristus dan bahwa perayaan-perayaan tersebut tidak lagi dapat ditaati tanpa dosa setelah pemakluman Injil.”[6]

Paus Pius XII, Mystici Corporis Christi (#29-30), 29 Juni 1943:
“Dan pertama-tama, lewat kematian Penebus kita, Perjanjian Baru mengambil alih Hukum Lama yang telah dihapuskan... dengan kematian-Nya, Yesus telah membatalkan Hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya [Efesus 2:15]... menetapkan Perjanjian Baru di dalam darah-Nya yang tercucur untuk seluruh umat manusia. ‘Maka’, kata St. Leo Agung, sewaktu ia berbicara tentang Salib Tuhan kita, ‘terlaksana sebuah perpindahan dari Hukum [Taurat] kepada Injil, dari Sinagoga kepada Gereja, dari banyak kurban kepada satu Kurban, dan, sewaktu Tuhan kita wafat, tabir yang menutup bagian terdalam dari bait dan rahasianya yang kudus telah terbelah dari atas ke bawah.’ Di Salib, Hukum Taurat telah mati, dan segera dikuburkan dan menjadi pembawa kematian...”[7]

BENEDIKTUS XVI BERBICARA TENTANG Bidah EVOLUSI BAGAIKAN PAHAM TERSEBUT ADALAH SUATU FAKTA

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 151: “Kita dapat berkata, jika kita ingin mengungkapkannya seperti ini, bahwa evolusi telah menghasilkan seksualitas atas tujuan untuk reproduksi spesies. Hal yang sama pun benar dari sudut pandang teologis pula”.

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA HOMOSEKSUALITAS MUNGKIN ADALAH BAWAAN LAHIR

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 152: “Jika seseorang memiliki kecenderungan-kecenderungan homoseksual yang mendalam – dan bilamana kecenderungan-kecenderungan ini sungguh bawaan dari lahir atau jika timbul pada saat awal masa kanak-kanak masih merupakan pertanyaa yang terbuka – jika, dalam kasus apa pun, kecenderungan tersebut menguasai orang itu, hal itu adalah suatu cobaan yang besar baginya, sebagaimana cobaan dapat menimpa orang lain pula”.

Ia berkata bahwa beberapa orang mungkin dilahirkan sebagai homoseksual. Hal ini menentang ajaran Alkitab tentang kekejian homoseksual yang tidak alami (lihat Roma 1).

BENEDIKTUS XVI “MENGERTI” MENGAPA ORANG-ORANG MENOLAK GEREJA KATOLIK

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 31: “Pertanyaan: Dan bagaimanapun, adalah suatu hal yang sulit bagi banyak orang di zaman ini untuk berdiri di samping Gereja. Apakah anda mengerti mengapa orang-orang menanggapi dengan meninggalkan [Gereja] dengan berprotes? Jawaban: Saya dapat mengerti hal itu. Saya tentunya berpikir di atas segala hal tentang para korban sendiri. Sulit bagi mereka untuk terus percaya bahwa Gereja adalah sumber kebaikan, bahwa Gereja menyampaikan terang Kristus, bahwa Gereja membantu orang-orang dalam hidup. Saya dapat mengerti hal itu”.

Jelas, Peter Seewald tidak menanyakan Benediktus XVI jika ia dapat, secara intelektual, memproses mengapa orang-orang ini telah memutuskan untuk meninggalkan Gereja. Benediktus XVI mengetahui dan dapat memproses mengapa mereka meninggalkannya. Tetapi, apa yang ditanyakan Seewald – dan jelas, Benediktus XVI mengerti arti dari pertanyaan ini – adalah bilamana Benediktus XVI dapat memandang keputusan mereka untuk menolak Gereja Katolik dengan suatu pembenaran yang mungkin. Jawaban Benediktus XVI adalah ya.

BENEDIKTUS XVI MENGAKUI BAHWA SEKOLAH-SEKOLAH “KATOLIK” V-2 ADALAH SUATU LELUCON

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 140: “Pertanyaan: Bagaimanakah mungkin bahwa di banyak negara-negara Barat, setiap anak belajar tentang agama Katolik selama bertahun-tahun, tetapi sewaktu mereka lulus, mereka lebih mengenal tentang Buddhisme daripada prinsip-prinsip dasar dari Katolisisme, yang ia bahkan mungkin tidak kenali? Semua ini terjadi di bawah sistem yang merupakan tanggung jawab langsung dari dioses-dioses. Jawaban: Itulah pertanyaan yang saya tanyakan kepada diri saya sendiri. Setiap anak di Jerman melalui sembilan sampai tiga belas tahun pendidikan agama di sekolah. Mengapakah, walaupun demikian, begitu sedikit yang ‘nempel’, perbolehkan saya untuk berkata demikian, hal itu tidak dapat dimengerti".

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA VATIKAN II MEMUAT DEFINISI-DEFINISI BARU

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 65: “Di atas segala hal, Konsili itu [Vatikan II] membawa dan melaksanakan misinya yang agung untuk mendefinisikan dengan suatu cara yang baru tujuan Gereja serta hubungan Gereja dengan era modern, serta hubungan antara iman kepada masa kini dan nilai-nilainya”.

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA GEREJA TIDAK MENAWARKAN SUATU SISTEM MORAL

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 176: “Gereja bukan berada untuk membebani pundak umat manusia, dan Gereja tidak menawarkan suatu jenis sistem moral”.

Roma 3:31 – “Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya”.

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA PENGENDALIAN KELAHIRAN KBA ADALAH JALAN KEHIDUPAN

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 147: “Pertanyaan: Tetapi apakah Gereja Katolik, secara faktual, menolak pengaturan kandungan apa pun? Jawaban: Tidak. Lagipula, semua orang tahu bahwa Gereja menyetuji pengendalian kandungan alami, yang bukan hanya adalah suatu metode, melainkan juga suatu jalan kehidupan”.

BENEDIKTUS XVI BERKATA BAHWA ADALAH AJARAN [Bidah] VATIKAN II TENTANG PROTESTANTISME DAN “ORTODOKSI” TIMUR MENGIKAT

Benediktus XVI, Light of the World [Cahaya Dunia], 2010, hal. 94-96: “Pertanyaan: Apakah benar bahwa Sri Paus tidak memandang para Protestan sebagai suatu Gereja, melainkan, tidak seperti Gereja Timur, hanya sebagai suatu komunitas gerejawi? Perbedaan ini tampak menghina bagi banyak orang. Jawaban: Kata ‘komunitas gerejawi’ adalah suatu istilah yang digunakan oleh Konsili Vatikan II. Konsili tersebut menerapkan suatu aturan yang amat sederhana dalam hal-hal ini. Sebuah Gereja, dalam makna yang sepantasnya, seperti yang kita mengerti, berada di mana jabatan keuskupan, sebagai ungkapan sakramental dari suksesi apostolik, hadir – yang juga menyiratkan kehadiran Ekaristi sebagai sebuah sakramen yang dibagikan oleh uskup dan imam. Jika hal ini tidak terjadi, maka kita menghadapi timbulnya suatu model yang lain, suatu cara baru untuk mengerti apakah itu sebuah gereja, yang pada Vatikan II, kita tunjukkan dengan istilah ‘komunitas gerejawi’. Kata ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa komunitas-komunitas semacam itu mewujudkan suatu mode keberadaan gereja yang berbeda. Sebagaimana yang mereka tekankan, hal itu secara persis bukanlah mode yang sama di mana Gereja-gereja dari tradisi kuno yang agung adalah Gereja-gereja, melainkan berdasarkan suatu pengertian yang baru, yang menurutnya, sebuah gereja tidak berada di dalam institusi, melainkan di dalam dinamisme dari sang Sabda yang mengumpulkan orang-orang di dalam sebuah kongregasi… Pertanyaan: Dan bahkan seorang Paus pun tidak dapat menawarkan suatu definisi alternatif untuk Gereja? Jawaban: Tidak. Ia tidak memiliki otoritas atas hal itu. Konsili Vatikan II mengikatnya”.

Kami mengutip teks yang panjang ini karena teks ini penting. Perhatikan bahwa Benediktus XVI bahkan tidak mempertanyakan bilamana para Skismatis Timur adalah bagian dari Gereja; ia menerima begitu saja bahwa para Skismatis adalah bagian dari Gereja. Benediktus XVI lalu menjelaskan perbedaan sekte Vatikan II antara “Gereja-gereja” dan “komunitas gerejawi”. Sekte-sekte Protestan, jelasnya, bukanlah “Gereja-gereja” dalam makna yang sepantasnya, sederhananya karena mereka tidak memiliki uskup yang valid. Menurutnya, mereka tetap merupakan bagian dari Gereja, tetapi mereka sederhananya mewujudkan “suatu mode keberadaan gereja yang berbeda”. Buat apa dogma Katolik bahwa para bidah berada di luar Gereja? Ia tidak mengecualikan sekte-sekte Protestan dari Gereja yang satu dan sejati; ia menganggap mereka sebagai “komunitas gerejawi” di dalam Gereja, walaupun mereka tidak memiliki perbedaan khas “Gereja-gereja khusus sejati” yang diberikan kepada para Skismatis Timur. Semua ini adalah bidah dan merupakan gambaran dari agama baru Vatikan II. Benediktus XVI lalu menyatakan bahwa ajaran yang bidah tentang Gereja ini, yang baru saja ia jelaskan –a suatu ajaran yang benar-benar baru tentang para Protestan dan skismatis yang menyangkal Kepausan, Vatikan II, dan kesatuan Gereja – mengikat. Hal itu membantah para tradisionalis palsu. Mereka menganggap Benediktus XVI sebagai seorang Paus, tetapi mengabaikan kemurtadannya dan sebagian besar dari agama barunya. Mereka tidak dapat melakukan kedua hal itu pada waktu yang bersamaan: memiliki anti-Paus yang bidah dan menolak ajarannya yang mengikat.

SEORANG Bidah TIDAK DAPAT MENJADI PAUS YANG VALID

Adalah suatu fakta yang telah terbukti bahwa Ratzinger (Benediktus XVI) adalah seorang bidah non-Katolik. Gereja Katolik mengajarkan bahwa seorang bidah tidak dapat terpilih secara valid menjadi paus, karena seorang bidah bukanlah anggota Gereja Katolik. Ratzinger atau Benediktus XVI adalah seorang anti-Paus non-Katolik yang pemilihannya sama sekali kosong dan tidak valid.

Paus Paulus IV, Bulla Cum ex Apostolatus Officio, 15 Februari 1559:  “6. Di samping itu, [lewat Konstitusi Kami ini, yang tetap sah selamanya Kami mengundangkan, memutuskan, mendekretkan, dan mendefinisikan:-] bahwa jika pada waktu kapan pun tampak bahwa Uskup apa pun, walaupun ia adalah seorang Uskup Agung, Patriark, atau Primat; atau Kardinal apa pun dari Gereja Roma yang disebutkan dahulu, atau, yang telah disebutkan, perwakilah Paus apa pun, ataupun bahkan sang Paus Roma, sebelum promosinya atau naiknya ia sebagai Kardinal atau Paus Roma, telah menyimpang dari Iman Katolik atau jatuh ke dalam sebuah bidah:

(i) promosi atau kenaikan tersebut, bahkan bila hal tersebut tidak ditantang dan lewat persetujuan serempak dari semua Kardinal, akan menjadi tidak sah, kosong dan tidak berarti;

(ii) tidak akan mungkin untuknya untuk mendapatkan kesahan (tidak pun dikatakan bahwa maka ia telah mendapatkan kesahan) lewat penerimaan jabatan, konsekrasi, otoritas berikutnya, tidak pun dari kepemilikan administrasi, tidak pun lewat tanda kutip perayaannya sebagai Paus Roma, atau Penghormatan, atau kepatuhan yang diberikan kepadanya oleh semua, ataupun dengan lewatnya kurun waktu di dalam keadaan yang telah disebutkan;

(iii) hal tersebut tidak akan dianggap sebagai sah secara sebagian di dalam cara apa pun...

(vi) mereka yang oleh karena itu dipromosikan atau dinaikkan akan dicabut secara otomatis, dan tanpa perlu deklarasi selanjutnya, dari seluruh jabatan, posisi, kehormatan, titel, otoritas, tanggung jawab dan kekuatan...

10. Tidak seorang pun, maka dari itu dapat melanggar dokumen ini yang telah menerima persetujuan, perkenalan kembali, restu, statut, dan derogasi dari wasiat dan dekret kami, atau dengan anggapan yang sembrono menentangnya. Jika seorang pun, bagaimanapun, mencoba melakukannya, hendaknya ia mengetahui bahwa ia ditakdirkan untuk menderita murka dari Allah yang Mahakuasa dan dari Rasul-rasul yang terberkati, Petrus dan Paulus.

Diberikan di Roma di {basilika} Santo Petrus pada tahun Penjelmaan Tuhan 1559, 15 Februari, pada tahun keempat Kepausan kami.

+Saya, Paulus, Uskup Gereja Katolik...”

St. Robertus Bellarminus (1610), Doktor Gereja:
“Seorang Paus yang adalah bidah terang-terangan secara otomatis (per se) berhenti menjadi Paus dan kepala, layaknya ia berhenti menjadi seorang Kristiani dan seorang anggota Gereja. Maka dari itu, ia dapat dihakimi dan dihukum oleh Gereja. Ini adalah ajaran dari semua Bapa-Bapa Kuno yang mengajarkan bahwa bidah yang terang-terangan langsung kehilangan semua yurisdiksi.” (De Romano Pontifice, II, 30)

The Catholic Encyclopedia, “Papal Elections {Pemilihan Paus},” 1914, Vol. 14, hal. 456:
“Tentunya, pemilihan seorang bidah, skismatis, atau perempuan [sebagai Paus] adalah tidak sah dan kosong.”

Catatan kaki:

[1] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, Vol. 2 (1878-1903), hal. 400-401.

[2] Denzinger 1826-1827.

[3] Decrees of the Ecumenical Councils {Dekret-Dekret Konsili-konsili Ekumenis}, Vol.1, hal. 429.

[4] Von Pastor, History of the Popes {Sejarah Para Paus}, II, 346; dikutip oleh Warren H. Carroll, A History of Christendom {Sejarah Kekristenan}, Vol. 3 (The Glory of Christendom {Keagungan Kekristenan}), Front Royal, VA: Christendom Press, hal. 571.

[5] Denzinger 712.

[6] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, Vol. 1 (1740-1878), hal. 98.

[7] The Papal Encyclicals {Ensiklik-Ensiklik Paus}, Vol. 4 (1939-1958), hal. 42.